Nusron Wahid: Eksekusi Lahan di Bekasi Cacat Prosedur

Menteri ATR/BPN Nusron Wahid: Eksekusi Lahan di Bekasi Cacat Prosedur

bakaba.co, Bekasi – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menilai eksekusi lahan di Desa Setia Mekar, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, mengalami cacat prosedur. Nusron mengungkapkan bahwa terdapat kesalahan dalam proses hukum yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri (PN) Kelas II Cikarang.

Ketidaksesuaian Prosedur Eksekusi

Menurut Nusron, PN Cikarang telah mengirimkan surat pemberitahuan pengukuran tanah kepada BPN pada tahun 2022. Namun, surat tersebut bukanlah permohonan eksekusi atau penggusuran terhadap lima rumah warga di Bekasi yang menjadi objek sengketa.

“Pemberitahuan itu memang ada, tetapi apakah itu permohonan pengukuran apa, tidak? ya kan. Negara kita memiliki hukum dan aturan yang harus ditaati,” ujar Nusron di Penjaringan, Jakarta Utara, Minggu (16/2/2025).

Ia menegaskan bahwa sebelum eksekusi dilakukan, pengadilan wajib mengajukan permohonan pengukuran tanah sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021.

Persoalan Sertifikat dan Akta Jual Beli

Selain itu, Nusron menyoroti putusan pengadilan yang tidak membatalkan terlebih dahulu Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), tetapi hanya Akta Jual Beli (AJB) atas tanah seluas 3,6 hektare yang disengketakan.

“Seharusnya, sebelum eksekusi dilakukan, pengadilan terlebih dahulu membatalkan sertifikat lama melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa AJB yang dinyatakan tidak sah tidak bisa langsung digunakan sebagai dasar eksekusi tanpa adanya pembatalan sertifikat secara hukum.

Baca juga: Kepala Desa Kohod Hilang Pasca Perdebatan Sengit

Lima Rumah Warga Dieksekusi Tanpa Kepastian Hukum

Kasus ini mencuat setelah lima rumah warga di Desa Setia Mekar, yakni milik Asmawati, Mursiti, Siti Muhijah, Yeldi, dan Bank Perumahan Rakyat (BPR), digusur. Padahal, mereka memiliki dokumen kepemilikan sah berupa Sertifikat Hak Milik (SHM).

Nusron menegaskan bahwa sebelum melakukan sita eksekusi, pengadilan harus memastikan adanya perintah pembatalan sertifikat oleh BPN, yang dalam kasus ini tidak dilakukan.

“Di dalam amar putusan tidak ada perintah dari pengadilan kepada BPN untuk membatalkan sertifikat. Harusnya ada perintah tersebut sebelum eksekusi,” tegas Nusron.

Ia juga menyoroti bahwa pengadilan tidak mengajukan permohonan pengukuran lahan kepada BPN sebelum eksekusi dilakukan. Hal ini penting untuk menentukan batas lahan yang akan dieksekusi.

Eksekusi Berdasarkan Putusan Lama

Eksekusi terhadap lima rumah warga dilakukan pada 30 Januari 2025, berdasarkan putusan PN Bekasi nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997. Putusan ini mengabulkan gugatan Mimi Jamilah, ahli waris Abdul Hamid, yang mengklaim sebagai pemilik tanah dengan sertifikat 335 yang dibeli dari Djuju Saribanon Dolly pada tahun 1976.

Namun, kepemilikan tanah ini semakin kompleks karena sertifikat hak milik atas lahan seluas 3,6 hektare tersebut telah berganti-ganti pemilik sejak awal.

Nusron Wahid menegaskan bahwa eksekusi lahan di Desa Setia Mekar, Tambun Selatan, Bekasi, dilakukan tanpa memenuhi prosedur hukum yang benar. Ia meminta agar seluruh proses hukum terkait sengketa ini dikaji ulang guna memastikan keadilan bagi warga

rst | bkb