Mafia Peradilan dan Penangkapan Nurhadi

redaksi bakaba

Penangkapan Nurhadi juga punya dimensi lain, di mana ada pihak yang membantu Nurhadi dalam pelarian, memberikan tempat persembunyian dan transportasi untuk Nurhadi berpindah-pindah tempat.

Mafia Peradilan Gambar oleh mohamed Hassan dari Pixabay
Gambar oleh mohamed Hassan dari Pixabay
Helmi Chandra SY
Helmi Chandra SY

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya berhasil menangkap Nurhadi mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) periode 2011-2016 setelah menjadi buronan selama hampir 3 bulan pada Senin, 1 Juni 2020, malam.

Nurhadi ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar. Suap tersebut diberikan oleh Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto agar Nurhadi mengatur sejumlah perkara di MA pada tahun 2016.

Setidaknya saat ini ada 5 orang buronan kasus korupsi yang harus segera ditangkap oleh KPK mulai dari pertama; Harun Masiku yaitu Caleg PDIP pada Pemilu 2019 yang diduga menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan agar bisa menjadi anggota DPR periode 2019-2024 lewat mekanisme pergantian antarwaktu.

Kedua, Nurhadi mantan Sekretaris MA yang menjadi tersangka kasus suap pengaturan perkara di MA pada 2011-2016.

Ketiga, Rezky Herbiyono menantu Nurhadi, yang diduga terlibat kasus yang sama dengan Nurhadi untuk memuluskan perkara di MA.

Keempat, Hiendra Soenjoto, Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal yang diduga telah memberikan gratifikasi kepada Nurhadi dan menantunya.

Kelima, Samin Tan yakni pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal yang diduga memberi suap kepada mantan Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih dalam masalah pengurusan izin tambang batu bara.

Penangkapan Nurhadi tentu mengurangi beban buronan yang dimiliki KPK serta seakan mengembalikan memori publik pada mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang juga menjadi buronan KPK hingga ke Kota Cartagena, Kolombia. Setelah meninggalkan Indonesia menuju Singapura dengan alasan berobat pada 23 Mei 2011 lalu.

Persamaan kasus ini tentu dari kehebohan yang ditimbulkannya serta harapan publik yang ingin KPK mengungkap secara utuh tabir yang ada di dalamnya sehingga penangkapan-penangkapan tersebut ada maknanya bukan hanya seremonial belaka.

Menumpas Mafia Peradilan

Mafia peradilan sesungguhnya merupakan penyakit yang menghinggapi hampir semua peradilan negara-negara di dunia ini, Dalam konteks Indonesia, persoalannya menjadi sangat serius karena fenomena mafia tersebut terlanjur berkembang secara sistemik dan terkesan sebagai suatu budaya (Artidjo Alkostar: 2002). Menurut data KPK sejak tahun 2004 hingga tahun 2019 setidaknya sudah 22 hakim, 10 jaksa dan 12 pengacara terlibat kasus korupsi (www.kpk.go.id).

Penangkapan Nurhadi seharusnya menjadi pintu masuk bagi KPK untuk membongkar mafia peradilan di MA. Kekuasaan Nurhadi dalam mengatur berbagai perkara di MA diduga sangat besar hingga bisa mengintervensi pejabat di pengadilan terendah sampai hakim agung.

Singkat kata, kuasa Nurhadi dalam menentukan hitam-putih perkara sangatlah besar dan dipastikan pula tak bekerja sendirian. Karena itulah, jaringan mafia peradilan yang dikendalikan Nurhadi harus dibongkar. Syaratnya, proses hukum selanjutnya atas Nurhadi harus berjalan sungguh-sungguh tanpa basa-basi.

Hal ini disebabkan bahwa praktik peradilan yang dikendalikan oleh mafia, akan menimbulkan berbagai dampak negatif yang merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti macetnya proses demokratisasi, terjadinya iklim diskriminasi hukum yang merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) universal, hancurnya martabat peradilan (contempt of court) hingga timbulnya situasi berupa ketidakpercayaan publik terhadap hukum (eigen richting).

Baca juga: Sengkarut Korupsi Politik

Upaya menumpas mafia peradilan sejatinya bertujuan agar negara bisa bebas dari korupsi karena jamak diketahui, korupsi merupakan white collar crime yang pada umumnya melibatkan lebih dari satu orang pelaku. Karena dilakukan banyak orang, korupsi merupakan kejahatan yang terorganisir (organized crime). Selain itu, korupsi juga dilakukan dengan modus operandi yang sangat canggih sehingga sulit dibuktikan. Kondisinya akan makin complicated apabila suatu kasus melibatkan mereka yang memiliki kuasa peradilan.

Pasal Obstruction of Justice

Penangkapan Nurhadi juga punya dimensi lain, di mana ada pihak yang membantu Nurhadi dalam pelarian, memberikan tempat persembunyian dan transportasi untuk Nurhadi berpindah-pindah tempat.

Pihak-pihak tersebut layak dijerat dengan pasal obstruction of justice atau merintangi proses hukum. Obstruction of justice atau yang dikenal sebagai perintang peradilan dalam konteks hukum pidana diartikan sebagai suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud atau sejak awal memiliki motif untuk menghalang-halangi proses hukum yang sedang dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Secara normatif di Indonesia, obstruction of justice dalam perkara korupsi diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), obstruction of justice diatur dalam Chapter III perihal Criminalization and law enforcement, Article 25.

Pasal 21 UU Tipikor tersebut menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Ketentuan ini tentu memberi peluang bagi KPK untuk menjerat pihak-pihak yang membantu setiap buronan perkara korupsi agar dapat diadili.

Akhirnya publik tentu akan menunggu kemampuan dan kemauan KPK mengungkap pihak lain, baik dalam kasus mafia peradilan maupun pihak yang ikut membantu pelarian dengan menggunakan status hukum Nurhadi sebagai pintu masuk. Tanpa itu, sebagai lembaga yang menyandang predikat extraordinary, dapat dikatakan sulit keluar dari perilaku tebang pilih dalam memberantas korupsi. Karena itu, salah satu ujian terberat KPK adalah bagaimana menjadikan semua pihak yang terkait korupsi menjadi tersangka tanpa pandang bulu.

~ Penulis, Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta/Peneliti Pusat Kajian Bung Hatta Anti Korupsi (BHAKTI)
Email: helmichandrasy30@gmail.com
~Gambar oleh mohamed Hassan dari Pixabay 

Next Post

Injil Berbahasa Minang dan Minangkabau yang Antisipatif

Bagi orang Minangkabau, berbeda pandangan sah-sah saja. Jika perbedaan berlarut-larut, maka musyawarah mufakatlah yang menyelesaikan. Tapi kalaulah menyangkut harga diri, tunggu dulu.
Injil berbahasa minang ilustrasi Gambar oleh Free-Photos dari Pixabay

bakaba terkait