Lebih dari Cukup Alasan PTUN Batalkan Sertifikat Tanah RSUD

redaksi bakaba

Dalam amar putusan PTUN menyebutkan: membatalkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 22/Kelurahan Kubu Gulai Bancah, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukittinggi,Provinsi Sumatera Barat,

sertifikat tanah - Bangunan RSUD Bukittinggi - bakaba.co
Bangunan RSUD Bukittinggi – bakaba.co

bakaba.co | Bukittinggi | Ada banyak alasan dan fakta hukum ditemukan oleh PTUN Padang untuk akhirnya membatalkan Sertifikat Hak Pakai tanah RSUD Bukittinggi Nomor 22 tahun 2017 atas nama Pemerintah Kota Bukittinggi.

Semua berawal dari dokumen berupa surat pernyataan kepemilikan aset yang dibuat Sekda Kota Bukittinggi Yuen Karnova. Surat itu bernomor : 030/254/umpel/VIII-2017.

Isi surat pernyataan Sekda Yuen Karnova menerangkan bahwa Pemerintah Kota Bukittinggi menerima hibah tanah dari Kementrian PU seluas 33.188 m2 dan bangunan eks. Pusido seluas 2.301,34 m2 berlokasi di Kota Bukittinggi. Surat hibah itu bernomor : 02/PKS/SJ/2016 dan Nomor : 180/06/Huk-A/2016 tanggal 19 April 2016. Juga ada berita acara serah terima Hibah Barang Milik Negara Kementrian PUPR kepada Pemerintah Kota Bukittinggi Nomor 47/BA/SJ/2016, tanggal 19 April 2016.

Dalam surat pernyataan tanah tersebut batas-batas tanah dari timur, barat, utara, dan selatan hanya diberi tanda bintang (*) dan kode aset inventaris Pemerintah Kota Bukittinggi dalam surat pernyataan ditulis dengan titik-titik.

Dengan bekal awal surat itu, Pemerintah Kota mengajukan ke BPN Bukittinggi agar menerbitkan Sertifikat Hak Pakai atas tanah yang dihibahkan PU pusat itu. Tahun 2017, 30 November, terbit Sertifikat Hak Pakai Nomor 22 atas nama Pemerintah Kota Bukittinggi.

Kemudian, di atas tanah tersebut Pemko Bukittinggi membangun proyek Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Nilai proyek RSUD itu Rp 102,3 miliar. Rekanan yang memenangkan tender PT Bangun Kharisma Prima (PT. BKP) tidak menyelesaikan proyek. Setelah diberi peringatan 3 kali, akhirnya terhitung 7 Oktober 2019, proyek RSUD diputus kontrak dengan posisi bobot kerja sekitar 25,5 persen. Sampai saat ini proyek RSUD itu belum diaudit secara lengkap.

Digugat dan Dibatalkan

Tanah ber-Sertifikat Hak Pakai Nomor 22 tahun 2017 itu digugat oleh warga Bukittinggi: Soni cs melalui PTUN Padang. Sebab, di dalam Sertifikat Hak Pakai atas nama Pemerintah Kota Bukittinggi, yang luasnya 33.972 m2 (keterangan surat ukur), terdapat tanah milik Soni cs seluas 7.347 m2, yang diambil/dimasukkan ke SHP 22 atas nama Pemko Bukittinggi secara sepihak.

Setelah melakukan sidang sesuai agenda, akhirnya PTUN Padang pada sidang 30 Oktober 2019 memutuskan dengan Keputusan Nomor 19/G/2019/PTUN.PDG: mengabulkan seluruh gugatan para penggugat.

Dalam amar putusan PTUN menyebutkan: membatalkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 22/Kelurahan Kubu Gulai Bancah, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat, surat ukur no. 385/2017, tanggal 27 November 2017, luas 33.972 m2 atas nama Pemerintah Kota Bukittinggi.

Baca juga: PTUN Batalkan Sertifikat Tanah RSUD Kota Bukittinggi

Dalam keputusan tersebut, PTUN Padang juga memerintahkan BPN Bukittinggi sebagai tergugat memproses permohonan yang telah diajukan Soni cs sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Penggugat Soni Cs berupa Surat Keputusan yang baru atas nama Penggugat seluas ± 7.347 m2.

Hanya Punya Itu

Sekda Pemko Bukittinggi Yuen Karnova yang ditemui bakaba.co mengatakan, Pemerintah Kota Bukittinggi hanya menerima hibah Kementrian PUPR.

“Kami hanya menerima tanah dari PU dan dasar itulah kami mengusulkan menjadi sertifikat ke BPN. Terkait batas-batas tanah dengan hanya pakai tanda tersebut sesuai sertifikat PU. Hanya itu dokumen yang kami punya,” kata Yuen Karnova

Sementara Kepala ATR/BPN Kota Bukittinggi Dr.Yulizar Yakub yang dikonfirmasi bakaba.co atas dibatalkannya SHP Nomor 22 tanah RSUD menyampaikan, “tanda batas-batas tanah dalam surat pernyataan Sekda sebenarnya kurang memenuhi syarat dalam administrasi pengajuan sertifikat,” kata Yulizar, yang saat Sertifikat Hak Pakai Nomor 22 diterbitkan belum duduk sebagai Kepala BPN Bukittinggi.

Soni cs selaku pengugat BPN melalui kuasa hukumnya Hangky Mustav Sabarta, S.H., M.H. menyampaikan pada bakaba.co agar BPN menghormati putusan PTUN. Secara yuridis putusan tersebut telah membatalkan Sertifikat Hak Pakai 22 tahun 2017 atas nama Pemerintah Kota Bukittinggi.

“Bicara penegakan hukum tentu bicara moral dan etika. Saya selaku kuasa hukum Soni dan saudaranya mengharapkan pada BPN agar mematuhi putusan PTUN tersebut dan segera menerbitkan sertifikat hak milik seluas 7.347 meter persegi atas nama Soni dan saudaranya,” kata Hangky.

Alasan PTUN

Untuk menghindarkan mis-informasi atas dibatalkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 22 tanah RSUD Bukittinggi itu, alasan PTUN secara hukum lebih dari cukup.

Fakta yang ditemui hakim PTUN yang signifikan: penerbitan Sertifikat Hak Pakai pemberian hak tanah Negara karena hibah, harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Tidak bisa dibuat atau hanya disepakati oleh pihak yang melakukan perjanjian hibah, yakni antara pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI dengan Pemerintah Daerah Kota Bukittinggi.

Penerbitan Sertifikat Hak Pakai pemberian hak tanah Negara karena hibah, tahapannya Permohonan Hak Pakai diajukan secara tertulis, dilampiri fotokopi akta, didukung data yuridis: sertifikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak, akta PPAT, akta pelepasan hak, putusan pengadilan, dan surat bukti perolehan tanah lainnya. Juga harus ada data fisik: Surat Ukur, Gambar Situasi (apabila ada).

Hibah harus dilakukan dengan akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai ketentuan pasal 50 ayat (1), Pasal 51 ayat (2) Peraturan Meteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan.

Dalam hal data yuridis akta hibah dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, sebagaimana diatur ketentuan pasal 54 ayat (5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah.

Majelis Hakim PTUN menilai BPN Bukittinggi (Tergugat) tidak memenuhi mekanisme penerbitan sertifikat yang benar. Keputusan BPN bertentangan dengan Pasal 54 ayat (5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

Fakta lain terkait bukti Buku Tanah Hak Pakai Nomor 3 tanggal 19 Januari 1976 atas nama Direktorat Jenderal Cipta Karya ditemukan fakta bahwa dalam lembaran Gambar Ukur Nomor: 153/1975 pada lembar hal lain-lain tercantum asal tanah tersebut dari Tanah Negara bekas pembelian Jepang.

Setelah hakim mengaitkan dengan bukti-bukti yang diajukan BPN Bukittinggi (Tergugat) tidak terdapat data yuridis (warkah) berkaitan dengan pembelian dari Jepang.

Sementara dari pihak penggugat (Soni cs) bisa membuktikan Surat Jual Beli antara M.Z. Tk. di Bantjah beserta warisnya (Jamilah) dengan Wahab St. Radjo Sakampuang sebagai mamak kepala waris beserta warisnya dimana letak tanahnya pada kampung Gulai Bantja, Djorong Mandiangin, Kota Bukittinggi tanggal 18 Nopember 1955, Surat Ranji Keturunan Kaum Suku Guci tanggal 8 Januari 2013. Ditemukan fakta bahwa dalam surat jual beli tersebut terdapat nama Jamilah sebagai salah satu waris yang merupakan orang tua para Penggugat (Soni cs) dimana terdapat juga dalam susunan Ranji Suku Guci.

Keabsahan kepemilikan tanah Soni cs dikuatkan keterangan saksi dipersidangan bernama Syahrir Syamsuddin yang menyatakan bahwa tanah tersebut milik kaum penggugat (Soni cs) karena saksi sudah tinggal dekat lokasi tanah objek sengketa sejak tahun 1970. Tahun 1975 bapak Soni Efendi (Penggugat) yang bernama Amjas Mangkuto membeli tanah tersebut.

Majelis Hakim menemukan dalam persidangan fakta bukti yang menyatakan telah terjadi jual beli tanah, antara M.Z. Tk. di Bantjah beserta warisnya (Jamilah) orang tua dari Penggugat dengan Wahab St. Radjo Sakampuang sebagai mamak kepala waris beserta warisnya di mana letak tanahnya pada kampung Gulai Bantja, Djorong Mandiangin, Kota Bukittinggi yang menjadi objek sengketa.

Tanah Soni cs sebagai penggugat dari kaum suku Guci anak kemenakan Dt. Rajo Sakampuang pemilik tanah yang berada di Kelurahan Gulai Bancah Kecamatan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi bersebelahan dengan Islamic Center Eks. Pusido, dan memiliki batas- batas antara lain;
Sebelah Utara berbatas dengan Jalan Komplek Perumahan;
Sebelah Timur berbatasan dengan Tanah Suku Jambak;
Sebelah Selatan berbatas dengan Tanah Suku Pisang;
Sebelah Barat berbatas dengan Jalan By Pass.

Tersebab berdekatan itu, tanah Soni tanpa sepengetahuannya dimasukkan dan berada dalam Sertifikat Hak Pakai 22 tahun 2017 atas nama Pemko Bukittinggi. Soni dan saudaranya akhirnya menang di PTUN Padang dan hak mereka diperintahkan PTUN agar dikembalikan BPN Bukittinggi.

~Fadhly Reza

Next Post

[2] Jawi Balang Puntuang

Sirok sanjo (sesaat menjelang magrib) ini telah babak bundas pula pantat tepos gaek itu karena tahantak (jatuh dengan pantat mendarat tepat mendarat pada bagian yang keras) di tanah keras dan tajaja (posisi bagian tubuh tertentu sedang terletak di satu tempat lalu tertarik oleh sebuah kekuatan yang tidak terlawan)
Gambar oleh Momentmal dari Pixabay

bakaba terkait