bakaba.co, Jakarta, – Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan penilaian kritis terhadap kinerja pimpinan KPK dalam lima tahun terakhir. Menurut Dewas, KPK kini dinilai kurang memiliki “nyali” dalam memberantas korupsi di Indonesia, yang diungkapkan dalam laporan kinerja mereka.
Kritik Dewas: Pimpinan KPK Kurang Menjadi Teladan
Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, dalam laporan kinerja Dewas di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, pada Kamis (12/12/2024), menyatakan bahwa pimpinan KPK saat ini belum mampu memberikan teladan, terutama dalam hal integritas. Syamsuddin menyoroti beberapa kasus etik yang menyeret sejumlah pimpinan KPK yang seharusnya menjadi contoh dalam penegakan hukum. “Dalam penilaian Dewas, pimpinan KPK belum dapat memberikan teladan, khususnya mengenai integritas. Ini terbukti dari tiga pimpinan KPK yang kena etik dan Anda semua sudah tahu siapa saja,” ujar Syamsuddin.
Selain itu, Syamsuddin juga mengkritik kurangnya konsistensi pimpinan KPK dalam hal sinergisitas. Ia menyebut bahwa ada perbedaan pendapat yang mencolok antar pimpinan KPK mengenai kasus yang sama. “Dalam penilaian kami di Dewas, pimpinan KPK belum menunjukkan konsistensi dalam menegakkan kolegialitas dan sinergisitas. Hal ini bisa kita lihat misalnya munculnya perbedaan pernyataan antar pimpinan mengenai kasus yang sama,” tambahnya.
KPK Dinilai Kurang Memiliki Nyali
Syamsuddin tak segan untuk menyebut bahwa KPK saat ini nyaris tidak memiliki nyali dalam menuntaskan kasus-kasus besar korupsi. “Apakah pimpinan itu ada atau memiliki nyali, mungkin ada, tapi masih kecil. Ke depan, dibutuhkan pimpinan yang memiliki nyali besar dalam pemberantasan korupsi,” ujar Syamsuddin. Pernyataan ini semakin mempertegas kekhawatiran tentang kurangnya keberanian dari pimpinan KPK dalam menghadapi kasus-kasus besar yang melibatkan pihak-pihak berpengaruh.
Respon Aktivis Antikorupsi
Pernyataan Dewas KPK ini mendapat dukungan dari sejumlah kalangan, termasuk Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI). Aktivis MAKI, Boyamin Saiman, menyatakan bahwa penilaian Syamsuddin sangat relevan. Boyamin menilai bahwa KPK dalam beberapa tahun terakhir tidak cukup tegas dalam menangani kasus-kasus besar, seperti kasus yang melibatkan Paman Birin, yang sempat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap proyek di Kalimantan Selatan namun akhirnya menang dalam praperadilan. “Kalau istilah saya itu KPK nyalinya super kecil bahkan bukan hanya kecil aja,” kata Boyamin.
Baca juga: KPK Jadwalkan Ulang Pemanggilan Yasonna Laoly Terkait Kasus Harun Masiku
Boyamin juga menyebut bahwa pimpinan KPK periode 2019-2024 tampaknya enggan menindaklanjuti kasus-kasus yang melibatkan anggota DPR. Ia merasa ada ketakutan dalam menghadapi pihak yang memiliki kekuatan politik, seperti anggota DPR yang terlibat dalam kasus korupsi. “Dulu mereka tidak akan memproses DPR kalau mereka terpilih, akhirnya nampak kaya tidak punya nyali,” jelas Boyamin.
Kasus Harun Masiku dan Ketidaktegasan KPK
Pernyataan Boyamin juga menyoroti kasus Harun Masiku, mantan calon anggota legislatif yang hingga kini masih buron. Menurut Boyamin, KPK seharusnya memiliki keberanian untuk menuntaskan kasus ini sejak awal. “Kasus seperti Harun Masiku bagaimana mereka nggak berani nangkap, padahal sudah ada kesempatan nangkap di awal-awal,” kata Boyamin, yang juga menilai pimpinan KPK tidak solid dalam menangani kasus ini.
Pendapat Mantan Penyidik KPK
Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, juga sependapat dengan penilaian Dewas. Yudi menjelaskan bahwa ada tiga alasan mengapa pimpinan KPK periode 2019-2024 dianggap kurang memiliki nyali. “Pertama, memang tidak independen sehingga ketakutan ketika menangani kasus. Kedua, riwayat kontroversi pimpinan KPK, dan ketiga, tidak adanya arah yang jelas dalam visi misi mereka,” ujar Yudi. Ia juga menyebut bahwa rekam jejak pimpinan yang penuh kontroversi menyebabkan ketidakpercayaan di kalangan pegawai KPK, yang berujung pada keraguan dalam menangani kasus besar.
Tanggapan Pimpinan KPK
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, merespons kritik Dewas dengan pandangan yang berbeda. Ia membandingkan pernyataan Dewas dengan komentar seorang penonton sepak bola yang merasa lebih pandai daripada pemain yang sedang bertanding. “Kalau menurut saya mereka yang berkomentar itu saya ilustrasikan mereka itu sebagai penonton sepakbola yang dengan bangga memberi komentar kepada pemain sepakbola seakan-akan pemain sepakbola yang sedang bermain sepakbola itu tidak pandai bermain,” kata Tanak.
Tanak juga mengingatkan bahwa penanganan kasus korupsi tidak bisa hanya diukur berdasarkan “nyali”. Keputusan yang diambil oleh pimpinan KPK harus didasari oleh alasan hukum yang rasional dan memenuhi unsur pidana. “Penanganan suatu perkara pidana, bukan didasari pada nyali seperti yang dikatakan oleh Syamsuddin Haris,” tegas Tanak.
Wakil Ketua KPK lainnya, Alexander Marwata, juga menanggapi kritik Dewas terkait kurangnya nyali pimpinan KPK. Menurutnya, Dewas seharusnya memberikan penilaian yang lebih menyeluruh. “Mestinya Dewas tidak hanya mengomentari nyali pimpinan, tapi memotret persoalan penanganan korupsi di KPK secara utuh,” ujar Alex. Ia menambahkan bahwa pimpinan KPK tidak pernah menolak surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) yang diajukan penyidik KPK.
rst | bkb