Frugal Living Ilustration Gambar oleh Alexa dari Pixabay
Frugal living adalah gaya hidup hemat yang menekankan pengelolaan keuangan secara bijak dengan memprioritaskan kebutuhan pokok dan meminimalkan pengeluaran untuk hal-hal yang tidak penting. Gaya hidup ini bertujuan untuk mencapai kestabilan keuangan dengan cara menghindari utang konsumtif, mencari alternatif yang lebih murah, dan memaksimalkan penggunaan barang yang ada. Intinya adalah hidup sederhana
Konsep ini bukan sekadar mengurangi pengeluaran, tetapi juga tentang mengambil keputusan finansial yang tepat untuk tujuan jangka panjang, seperti menabung, melunasi utang, atau berinvestasi. Dengan frugal living, individu dapat hidup sederhana tanpa kehilangan kualitas hidup, sekaligus mendukung keberlanjutan lingkungan melalui pengurangan konsumsi berlebih.
Warganet di media sosial X atau Twitter menggagas gerakan frugal living sebagai bentuk boikot terhadap kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Dalam unggahan yang viral, mereka mengajak masyarakat menahan pengeluaran untuk barang-barang seperti ponsel, kendaraan baru, atau produk lain yang terkena pajak tinggi, dan memanfaatkan subsidi pemerintah.
Ajakan untuk menerapkan frugal living ramai diperbincangkan di media sosial. Salah satu warganet melalui akun @mal*** menyatakan, “Yang pengen ganti HP tahan, yang pengen ganti motor baru tahan. Jangan lupa pakai semua subsidi, itu dari duit kita juga kok.”
Seruan ini didukung oleh warganet lain, seperti akun @us***, yang menyarankan untuk berbelanja di warung tetangga atau pasar tradisional sebagai alternatif dari belanja di ritel modern. Tujuannya adalah untuk meminimalkan kontribusi pajak dari konsumen ke pemerintah sebagai bentuk protes.
Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), menjelaskan bahwa boikot ini dapat berdampak langsung pada konsumsi rumah tangga. Kenaikan tarif PPN akan memaksa masyarakat untuk berhemat atau mencari barang dengan harga lebih murah, termasuk barang yang tidak dikenai pajak.
Baca juga: 7 Pelajaran Penting dari Fenomena Latte Factor untuk Pengelolaan Keuangan yang Lebih Bijak
Namun, langkah ini dapat menyebabkan peredaran barang ilegal meningkat, sehingga pemerintah kehilangan potensi penerimaan pajak. Selain itu, pola konsumsi masyarakat yang beralih ke produk tanpa pajak juga dapat melemahkan daya saing ritel modern.
Bhima menambahkan, pola belanja masyarakat yang menghindari pajak akan mendorong tumbuhnya underground economy atau aktivitas ekonomi yang tidak tercatat. Situasi ini memperbesar porsi ekonomi bawah tanah, yang justru ingin ditekan oleh pemerintah melalui kebijakan pajak.
Gerakan frugal living juga berpotensi merugikan sektor ritel modern yang menjadi penyerap tenaga kerja besar di Indonesia. Jika konsumen lebih memilih belanja di warung kecil, perusahaan ritel modern akan kehilangan pasar dan pendapatannya menurun.
Sebagai alternatif, Bhima Yudhistira menyarankan pemerintah untuk menerapkan pajak kekayaan (wealth tax) yang berpotensi menyumbang hingga Rp 81,6 triliun ke kas negara. Pajak karbon dan produksi batu bara juga dapat menjadi opsi yang lebih adil dibandingkan menaikkan tarif PPN.
Bhima juga menyoroti perlunya menghapus insentif pajak seperti tax holiday dan tax allowance yang dinilai tidak efektif dalam menarik investasi asing. Langkah ini dapat menyelamatkan potensi pajak yang hilang dan meningkatkan penerimaan negara secara lebih berkelanjutan.
Di tengah kenaikan PPN, frugal living menjadi solusi yang diadopsi oleh masyarakat untuk menjaga stabilitas keuangan mereka. Dengan gaya hidup hemat ini, masyarakat dapat lebih bijak dalam mengelola pengeluaran, menghindari pembelian barang yang tidak mendesak, dan memanfaatkan subsidi pemerintah.
Selain itu, frugal living juga dapat menjadi langkah kolektif untuk menekan dampak kenaikan PPN terhadap konsumsi rumah tangga, sekaligus memberikan pesan kepada pemerintah tentang pentingnya kebijakan pajak yang berpihak pada masyarakat.
Meski terlihat sebagai solusi jangka pendek, pola konsumsi hemat ini dapat memengaruhi perekonomian secara keseluruhan. Perubahan pola konsumsi masyarakat berisiko menghambat pertumbuhan ritel modern, memperbesar ekonomi bawah tanah, dan mengurangi pendapatan negara dari pajak.
Pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan pajak yang lebih adil dan inklusif untuk menjaga keseimbangan antara penerimaan negara dan daya beli masyarakat.
rst | bkb
KPK menyebut direksi LPEI menerima “uang zakat” sebesar 2,5% hingga 5% dari total kredit yang…
“Kami hormati proses hukum, seperti dulu kami bersama Kejaksaan selamatkan Garuda agar tetap terbang,” ujar…
“Kewenangan ini ada di tangan KPU RI. Untuk sementara, kami ambil alih sesuai PKPU Nomor…
Senator AS Lindsey Graham, yang menyebut pertemuan itu sebagai “bencana mutlak dan total.”
"Kalau kita punya budaya malu, kita semua harus mundur," tegasnya.
"Penyidik juga sedang menelusuri kemungkinan keterlibatan oknum jaksa lain yang menerima aliran dana dari AZ,"…