sengketa dagang sawit - Gambar oleh tk tan dari Pixabay

Indonesia Menang Sengketa Dagang Sawit di WTO

JAKARTA, Bakaba.co – Pemerintah Indonesia berhasil memenangkan sengketa dagang kelapa sawit melawan Uni Eropa (UE) di Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (Dispute Settlement Body World Trade Organization/DSB WTO). Keputusan ini tertuang dalam Laporan Hasil Putusan Panel WTO (panel report) yang disirkulasikan pada 10 Januari 2025.

Menteri Perdagangan Budi Santoso menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia menyambut baik keputusan tersebut. “Kami berharap di masa depan, negara mitra dagang lainnya tidak memberlakukan kebijakan serupa yang berpotensi menghambat arus perdagangan global,” ujar Budi dalam keterangan pers, Jumat (17/1/2025).

Diskriminasi Uni Eropa terhadap Produk Sawit

Dalam putusan tersebut, Panel WTO menyatakan bahwa Uni Eropa telah melakukan diskriminasi terhadap biofuel berbahan baku kelapa sawit dari Indonesia. Produk Indonesia dianggap kurang menguntungkan dibandingkan biofuel berbahan rapeseed dan bunga matahari yang diproduksi di Uni Eropa. Selain itu, produk sejenis dari negara lain seperti kedelai juga mendapat perlakuan lebih baik dibandingkan kelapa sawit Indonesia.

Panel WTO juga menyoroti kegagalan UE dalam meninjau data yang digunakan untuk mengklasifikasikan biofuel berbahan kelapa sawit sebagai berisiko tinggi terhadap alih fungsi lahan (high ILUC-risk). Kriteria dan prosedur sertifikasi biofuel dengan risiko rendah (low ILUC-risk) dalam kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II juga dinilai bermasalah. Akibatnya, UE diwajibkan menyesuaikan kebijakan dalam Delegated Regulation agar sesuai dengan aturan WTO.

Gugatan Indonesia terhadap Uni Eropa

Gugatan ini bermula pada Desember 2019, ketika Indonesia membawa kasus sengketa nomor DS593 ke WTO. Kasus ini mencakup kebijakan RED II dan Delegated Regulation Uni Eropa, serta aturan yang diberlakukan Prancis. Hambatan yang digugat termasuk pembatasan konsumsi biofuel berbahan kelapa sawit sebesar 7 persen, kriteria high ILUC-risk, dan kebijakan penghentian bertahap penggunaan biofuel berbahan baku kelapa sawit.

Berdasarkan aturan WTO, laporan panel tersebut akan diadopsi dalam waktu 20 hingga 60 hari jika tidak ada keberatan dari pihak bersengketa. Laporan ini bersifat mengikat baik bagi Indonesia maupun Uni Eropa. Mendag Budi Santoso menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia akan memantau secara ketat perubahan regulasi UE agar sesuai dengan rekomendasi WTO.

Langkah Selanjutnya

Untuk memastikan kepatuhan Uni Eropa terhadap putusan WTO, Pemerintah Indonesia akan mempertimbangkan mekanisme compliance panel jika diperlukan. Di sisi lain, Indonesia terus berupaya membuka akses pasar sawit di UE melalui berbagai forum perundingan. “Keberhasilan ini merupakan hasil dari langkah proaktif dan koordinasi intensif seluruh pemangku kepentingan, termasuk kementerian, lembaga terkait, asosiasi kelapa sawit, pelaku industri, tim ahli, dan kuasa hukum pemerintah,” tambah Budi.

Pengaruh Keputusan WTO terhadap Perdagangan Sawit

Putusan WTO ini menjadi landasan penting untuk menekan tindakan diskriminatif Uni Eropa terhadap sawit Indonesia. Selain mengamankan akses pasar, keputusan ini diharapkan dapat mendorong perlakuan yang lebih adil dalam perdagangan global dan memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu eksportir sawit terbesar di dunia.

rst | bkb
Gambar oleh tk tan dari Pixabay