Gambaran Perppu No 1 Tahun 2020

Immunitas KSSK dalam Situasi Darurat

Presiden telah menerbitkan Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stablitas Sistem Keuangan.

Dalam pasal 27 Perppu itu ada tiga hal penting yang diatur, pertama; terkait keleluasaan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam menggunakan anggaran negara, kedua; seluruh komponen struktural KSSK tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana, dan ketiga; keputusan KSSK tidak merupakan objek TUN.

Dengan ketiga kewenangan luar biasa yang dimiliki oleh KSSK, satu hal yang tindakan terpuji dilakukan oleh negara adalah memandang Covid-19 sebagai suatu peristiwa luar biasa yang perlu direspon dengan kebijakan-kebijakan tepat, strategis, cepat dan berdasarkan hukum.

Ini tentu sangat menggembirakan. Hampir lebih 50 hari, pandemi Covid-19 telah memporak-porandakan kehidupan sosial, religius, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. Jika tidak ditindak-lanjuti dengan langkah-langkah strategis tentu akan berbahaya bagi masa depan negara.

Namun dalam perspektif hukum, kewenangan mutlak dan luar biasa yang dimiliki KSSK untuk mengatur kebijakan-kebijakan terkait dengan penggunaan uang negara sepertinya terlalu berlebihan dan berpotensi untuk terjadinya authority to be distorted.

Sebab, pandemi Covid-19 pada dasarnya mendorong lahirnya dua kewenangan penting penanggulangan dan maupun pencegahannya. Pertama; adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan kedua; Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Kewenangan Berlebihan

Kewenangan BNPB didasari kepada UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dalam Pasal 6 tentang tanggungjawab pemerintah disebutkan; a) pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan; b) perlindungan masyarakat dari dampak bencana; c) penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum; d) pemulihan kondisi dari dampak bencana; e) pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang memadai; f) pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai; dan g) pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.

Baca juga: Perppu tetap Harus Taat Asas Hukum

Pembiayaan terhadap anggaran yang terbit akibat pelaksanaan kegiatan pemerintah dan maupun KSSK dalam penanggulangan Covid-19 yang ditetapkan sebagai prosedur luar biasa, yang oleh karena itu, tidak dapat menjadi objek gugatan tentu menjadi ketentuan yang dengan terang-terangan cacat hukum.

Bagaimanapun dan dalam situasi apapun kewenangan pemerintah dan badan-badannya tetap harus mengacu kepada ketentuan hukum, bukan malah mengebirinya dengan secara tegas dan jelas.

Dokumen hukum internasional Universal Declaration of Human Right (UDHR) 1948 tentang Asas Persamaan di hadapan hukum atau Equality Before The Law, pada Pasal 6 menyebutkan: “Everyone has the right to recognition everywhere as a person before the law”. Selanjutnya, Pasal 7 yang menegaskan antara lain: “All are equal before the law and are entitled without any discrimination to equal protecion af the law…..”.

Keberadaan asas persamaan di muka hukum dipertegas lebih lanjut di dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) 1966. Pasal 16 ICCPR 1966 menyatakan bahwa: “Everyone has the right to recogniton everywhere as a person before the law”. Pasal 17 ayat (2) menegaskan bahwa: “Everyone has the right to the protection of the law against such interference or attacks”. Demikian pula dalam Pasal 26 antara lain menyatakan: “All persons are equal before the law and are entitled without any discrimination to the equal protection of the law”.

Melihat hak immunitas dan kekebalan hukum yang diatur dalam pasal 27 Perppu No. 1 Tahun 2020, sepertinya melampaui dari kewenangan yang mesti dimiliki oleh pemerintah dan KSSK dalam menanggulangi Covid-19. Mengambil dan menentukan hak-hak luar biasa di atas rakyat, tentu jelas-jelas bertentangan dengan hukum.
Bahkan secara moralitas, kebijakan ini sekalipun diatur dalam undang-undang, namun memperlihatkan sebuah keadaan cacat moral dan rasa tidak patriotisme yang dilegalkan yang berbahaya bagi masa depan dan karakter ‘national building’ Indonesia di masa depan.

Penulis, Dr. Wendra Yunaldi, S.H., M.H., Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat.
Gambar diedit menggunakan Canva Design