HInca Panjaitan Anggota DPR RI, Komisi III foto dok, TV Parlemen
bakaba.co, Jakarta – Anggota DPR RI Komisi III, Hinca Panjaitan, menyoroti kesalahan fatal Propam Polda Aceh dalam penanganan kasus dugaan pemaksaan aborsi yang dilakukan oleh Ipda Yohananda Fajri, yang waktu itu merupakan utusan taruna dari Polda Sumbar, saat ini sudah penuh menjadi anggota Polri dan bertugas di lingkup wilayah hukum Polda Aceh.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI di gedung parlemen, Jakarta, Kamis (6/2/2025), Hinca Panjaitan mengkritik cara penyelesaian kasus tersebut yang dianggap sebagai upaya menutupi pelanggaran.
“Mana mungkin kasus pidana begini di mitigasi ?, pergi ke Bali pula begitu, dan itu telanjang di mata publik, menurut saya ini kesalahan fatal, ini menurut saya upaya untuk menutupi” ujar Hinca.
Ia menilai tindakan ini sangat serius karena melanggar prinsip dasar bagi calon-calon jenderal Polri yang berasal dari Akademi Kepolisian (Akpol). Menurutnya, kesalahan yang dilakukan Kabid Propam Polda Aceh, Kombes Pol. Eddwi Kurniyanto, dan jajarannya, terlihat jelas dalam pemaparan kasus di RDP.
Baca juga: Polisi Pemeras Penonton DWP Harus Dipecat dan Dihukum Berat
“Ini masalah sangat serius, prinsip dasar calon-calon jenderal kita, yang dilahirkan dari Akpol dilanggar” ujar Hinca
“Ini perbuatan dewasa ? saya kira tidak sesederhana itu” jelas Hinca Panjaitan
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Akpol Irjen Krisno H. Siregar menyatakan bahwa Ipda Yohananda Fajri, yang merupakan taruna utusan dari Polda Sumbar, bisa langsung dipecat jika terbukti melakukan tindakan asusila saat masih menjadi taruna Akpol pada tahun 2022.
“Ketika saya mengikuti penjelasan Kabid Propam Aceh, kalau ini kami ketahui di awal, ya bisa kami pecat,” kata Krisno di hadapan Komisi III DPR RI.
Krisno menekankan bahwa aturan di Akpol sangat ketat. Jika seorang taruna ketahuan melakukan pelanggaran asusila, sanksinya adalah pemecatan tanpa perlu bukti lebih lanjut.
“Standarnya sangat tinggi. Jika seorang taruna ditemukan di tempat tertutup seperti hotel bersama non-muhrim, tanpa perlu pembuktian lebih lanjut, dia bisa dipecat,” ujarnya.
Kasus ini mencuat setelah unggahan di platform media sosial X (sebelumnya Twitter) viral. Akun @Randomable mengungkap dugaan bahwa seorang anggota kepolisian lulusan Akpol memaksa kekasihnya, seorang pramugari, untuk melakukan aborsi. Disebutkan bahwa sang pramugari mengalami infeksi rahim akibat tindakan tersebut.
Aborsi diduga dilakukan demi menyelamatkan karier Ipda Yohananda yang saat itu masih berstatus taruna Akpol.
Selain dugaan pemaksaan aborsi, Ipda Yohananda juga pernah terlibat tindakan kekerasan terhadap juniornya saat masih di Akpol. Ia diketahui melakukan tindak kekerasan di Ruang Sel No.1 dan No.2 SPKT Resimen. Akibatnya, ia sempat diturunkan tingkat dan pangkatnya.
Gubernur Akpol menegaskan bahwa taruna Akpol harus menjunjung tinggi kehormatan institusi. Mereka dilarang mengunjungi tempat-tempat yang dapat merendahkan martabat, seperti hiburan malam atau tempat yang menjual minuman keras. Jika melanggar, mereka bisa dipecat.
“Taruna Akpol boleh berpacaran, tapi harus dengan cara yang sehat dan menjunjung tinggi kehormatan,” ujar Krisno.
Dalam akhir RDP Komisi III dengan Kapolda Aceh dan Gubernur Akpol ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut;
rst | bkb
KPK menyebut direksi LPEI menerima “uang zakat” sebesar 2,5% hingga 5% dari total kredit yang…
“Kami hormati proses hukum, seperti dulu kami bersama Kejaksaan selamatkan Garuda agar tetap terbang,” ujar…
“Kewenangan ini ada di tangan KPU RI. Untuk sementara, kami ambil alih sesuai PKPU Nomor…
Senator AS Lindsey Graham, yang menyebut pertemuan itu sebagai “bencana mutlak dan total.”
"Kalau kita punya budaya malu, kita semua harus mundur," tegasnya.
"Penyidik juga sedang menelusuri kemungkinan keterlibatan oknum jaksa lain yang menerima aliran dana dari AZ,"…