bakaba.co | Padang | Peraturan Presiden nomor 64 tahun 2018 diterbitkan Presiden sebagai landasan hukum dan pedoman bagi pemerintah Kota Bukittinggi untuk mengatur hal-hal terkait hak pedagang Pasar Atas Bukittinggi korban kebakaran yang terjadi 30 Oktober 2017.
“Perpres itu memerintah Pemko Bukittinggi wajib memprioritaskan pedagang lama untuk menempati toko-toko pada bangunan baru Pasar Atas yang dibangun dengan dana pemerintah pusat. Berkaitan dengan sistem pemanfaatan toko, ditetapkan dengan harga yang terjangkau. Itu amanah Perpres. Secara aturan administrasi negara, walikota berada pada posisi menjalankan saja.”
Demikian salah satu poin pendapat ahli Dr. Hengki Andora, S.H, LL.M., Ahli Hukum Administrasi Negara, yang dihadirkan pemohon dalam sidang gugatan atas Walikota Bukittinggi pada sidang lanjutan di PTUN Padang, Kamis, 2 Januari 2019.
Gugatan pedagang Pasar Atas Bukittinggi korban kebakaran terhadap Walikota Bukittinggi ke PTUN dikuasakan pada kantor pengacara Oktavianus Rizwa, S.H. Gugatan terkait aturan sepihak Walikota yang tidak mengikuti Peraturan Presiden Nomor 64 tahun 2018 tentang .. […] Rehabilitasi Bangunan Pasar Atas Kota Bukittinggi.
Perlawanan pedagang Pasar Atas terhadap Pemko Bukittinggi bersumber dari terbitnya Surat Pemberitahuan Kepala Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan Kota Bukittinggi, Nomor : 5112/677/DKUKMdP/X/2019, tertanggal 11 Oktober 2019. Surat itu ditujukan kepada Pedagang Pasar Atas Bukittinggi bagi yang memiliki Surat izin Pemakaian Toko (Kartu Kuning) sebagai bentuk tindakan administrasi pemerintahan yang dikeluarkan oleh bawahan Walikota selaku pejabat pemerintahan (Pasal 1 angka (8) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan).
Tindakan administrasi pemerintahan yang dikeluarkan pejabat pemerintahan telah bertentangan dengan hak-hak Pedagang Lama Pasar Atas Bukittinggi yang wajib diprioritaskan untuk mendapatkan toko yang telah direhabilitasi di Gedung Baru Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi.
Bahkan surat pemberitahuan dimaksud telah memberikan peluang kepada pedagang lain untuk menempati lokasi Gedung Baru Pertokoan Pasar Atas Bukittingi, sehingga tindakan Walikota melalui Kepala Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan Kota Bukittinggi telah mengabaikan amanat ketentuan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2018 berkaitan dengan Rehabilitasi Bangunan Pasar Atas Bukittinggi;
Sebelum menggugat ke PTUN, pedagang melalui pengacara menyurati Walikota Bukittinggi, bertanggal 4 November 2019. Isi surat intinya: meminta Walikota Bukittinggi membuat dan melakukan tindakan sejalan dengan Perpres 64 Tahun 2018. Dalam waktu 10 hari Walikota Bukittinggi tidak menjawab surat, akhirnya Walikota digugat ke PTUN.
Menurut ahli yang dihadirkan di sidang PTUN kemarin, tindakan pemohon (penggugat, red) sudah benar. Menurut UU nomor 30 Tahun 2014, tentang Administrasi Negara, pasal 53, pejabat negara harus membalas surat dari masyarakat dan menetapkan sikap atas isi surat: menolak atau menerima dengan alasan sesuai aturan. Jika tidak dibalas dalam waktu maksimal 10 hari, maka permohonan dianggap dikabulkan secara Hukum.
Fiktif-Positif
Gugatan yang dilakukan pedagang terhadap Walikota Bukittinggi melalui lembaga peradilan PTUN dikenal dengan nama gugatan fiktif-positif. Melalui PTUN argumen, fakta dan bukti pemohon (pedagang, penggugat) diperiksa majelis. Sidang gugatan pedagang Pasar Atas Bukittinggi terhadap Walikota Bukittinggi sudah memasuki sidang ke-4. Agenda sidang ke-4, sidang PTUN yang dipimpin Ketua Majelis Arni, S.H., M.H. dengan dua hakim anggota, pemohon menghadirkan ahli di bidang hukum Administrasi Negara.
Setelah memaparkan aturan dan prinsip-prinsip administrasi negara berdasarkan UU yang ada, pemohon dan termohon menanyakan hal-hal terkait posisi para pihak.
Pengacara pedagang Pasar Atas. Bukittinggi Oktavianus Rizwa menanyakan, setelah pihak Walikota tidak membalas surat pemohon dalam waktu 10 hari kerja dapat disimpulkan bahwa Walikota mengabulkan permintaan pemohon di mana Walikota harus menjalankan Perpres Nomor 64 Tahun 2018 dan tidak memakai aturan lain.
“Ya, Walikota harus menjalankan Perpres. Itu prinsip hukum administrasi negara,” kata Hengki Andora dan kembali mengutip UU nomor 30 tahun 2014 pasal 53.
Sesuai prinsip gugatan administrasi negara fiktif-negatif kata Oktovianus, sudah tepatkah pemohon meminta majelis PTUN menetapkan, memutuskan bahwa Walikota Bukittinggi harus menjalankan Perpres 64 agar sesuai dengan hukum dan hak pedagang tidak diabaikan.
Menjawab pengacara pemohon, Hengki Andora sesuai kapasitas dan keahliannya mengatakan, PTUN sebagai lembaga yang menyidangkan sengketa administrasi negara berhak memutuskan perkara agar ada kepastian hukum sebagai pegangan para pihak
“Secara administrasi, tindakan pejabat negara dalam hal ini Walikota Bukittinggi, sudah bisa dianggap mengabulkan permintaan pemohon. Tetapi secara hukum, Keputusan PTUN yang dapat dipegang,” ujar Hengki Andora.
Sidang gugatan pedagang Pasar Atas Bukittinggi terhadap Walikota Bukittinggi akan dilanjutkan 6 Januari 2020.
~aFS/bakaba