Sri Sultan Hamengku Buwono X, foto courtesy Keraton Yogyakarta
bakaba.co | Yogyakarta – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, memberikan tanggapan terkait gugatan yang dilayangkan oleh Keraton Yogyakarta terhadap PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebesar Rp 1.000. Gugatan ini muncul seiring dengan sengketa mengenai status kepemilikan tanah yang tercatat sebagai Sultan Ground (SG), yang selama ini tercatat sebagai milik PT KAI, namun diklaim oleh Keraton Yogyakarta sebagai milik mereka.
Menurut Sultan HB X, tanah yang berstatus Sultan Ground tersebut sebenarnya masih tercatat atas nama PT KAI, meskipun kedua pihak—Keraton dan PT KAI—telah mencapai kesepakatan untuk mengembalikan status kepemilikan tanah tersebut kepada Keraton Yogyakarta. Namun, ia menegaskan bahwa pengembalian status tanah tidak bisa dilakukan begitu saja tanpa melalui jalur hukum.
“Kami sepakat bahwa mereka (PT KAI) tidak bisa mengeluarkan itu begitu saja. Harus dibatalkan lewat pengadilan. Makanya hanya Rp 1.000 yang kami tuntut. Yang jelas, PT KAI memiliki aset HGB (Hak Guna Bangunan) di atas Sultan Ground. Sudah itu saja,” ujar Sultan saat ditemui di Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Jumat (15/11/2024).
Sultan menjelaskan bahwa meskipun sudah ada kesepakatan untuk mengembalikan status tanah kepada Keraton, pembatalan status yang tercatat atas nama PT KAI tidak bisa dilakukan secara sepihak. Proses hukum menjadi satu-satunya jalan yang sah. Oleh karena itu, jumlah Rp 1.000 yang tercantum dalam gugatan dianggap sebagai bentuk formalitas dalam prosedur hukum.
“Harus ada kerugian untuk bisa menuntut. Kalau tidak, bagaimana caranya? Itu kan aspek hukumnya,” tambah Sultan.
Keraton Yogyakarta, yang merasa memiliki hak atas tanah Sultan Ground tersebut, telah melalui berbagai jalur komunikasi dengan banyak pihak terkait, seperti PT KAI, Kejaksaan, Mahkamah Agung, dan Kementerian Keuangan. Namun, meskipun telah dilakukan komunikasi intens, menurut Sultan, tidak ada pihak yang berani untuk membatalkan status kepemilikan tanah tersebut tanpa putusan pengadilan.
“Semua pihak sudah kami ajak berdiskusi, tapi mereka tidak berani membatalkan. Jadi, kami harus menempuh jalur pengadilan,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, kuasa hukum Keraton Yogyakarta, Markus Hadi Tanoto, juga memberikan penjelasan mengenai alasan mereka hanya menuntut ganti rugi sebesar Rp 1.000 kepada PT KAI. Markus menegaskan bahwa tujuan utama Keraton Yogyakarta bukanlah untuk memperoleh ganti rugi materiil yang besar, melainkan untuk melindungi kepentingan masyarakat Yogyakarta.
“Seribu itu kan sewu, permisi. Kami sempat diskusi, Keraton masih mementingkan masyarakat. Ini memang untuk kepentingan masyarakat Yogyakarta, makanya kita tidak menggugat materiil yang besar,” ujar Markus saat ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta pada Kamis (14/11/2024).
Gugatan ini menjadi perhatian publik, karena selain melibatkan Keraton Yogyakarta yang merupakan simbol budaya dan sejarah bagi masyarakat Yogyakarta, juga melibatkan PT KAI sebagai BUMN yang selama ini mengelola aset-aset penting negara, termasuk tanah Sultan Ground yang menjadi sengketa.
Meskipun status tanah tersebut kini menjadi subjek gugatan hukum, pihak Keraton Yogyakarta menegaskan bahwa mereka tetap berkomitmen untuk mengedepankan kepentingan masyarakat Yogyakarta. Sultan HB X berharap bahwa proses hukum ini dapat berjalan dengan lancar dan membawa keadilan bagi Keraton Yogyakarta serta masyarakat yang memiliki hubungan historis dengan tanah Sultan Ground.
Seiring dengan proses hukum yang tengah berlangsung, masyarakat Yogyakarta terus mengikuti perkembangan kasus ini dengan harapan bahwa kerjasama antara Keraton Yogyakarta dan PT KAI bisa segera tercapai, sekaligus membawa solusi yang baik bagi semua pihak yang terlibat.
tdt | bkb
KPK menyebut direksi LPEI menerima “uang zakat” sebesar 2,5% hingga 5% dari total kredit yang…
“Kami hormati proses hukum, seperti dulu kami bersama Kejaksaan selamatkan Garuda agar tetap terbang,” ujar…
“Kewenangan ini ada di tangan KPU RI. Untuk sementara, kami ambil alih sesuai PKPU Nomor…
Senator AS Lindsey Graham, yang menyebut pertemuan itu sebagai “bencana mutlak dan total.”
"Kalau kita punya budaya malu, kita semua harus mundur," tegasnya.
"Penyidik juga sedang menelusuri kemungkinan keterlibatan oknum jaksa lain yang menerima aliran dana dari AZ,"…