bakaba.co, Bukittinggi ~ Ibarat luka yang tidak terlalu parah, tanpa diobati dokter, akhirnya waktu membuatnya sembuh sendiri. Begitu pula yang terjadi antara angkot di Bukittinggi dengan GoJek. Awalnya seperti mau berperang, tetapi akhirnya waktu membuat masing-masing pihak beroperasi secara alamiah. Tidak ada pihak yang mendamaikan, juga tidak ada perjanjian damai yang diteken.
Demikian pengamatan bakaba.co setelah dua bulan berlalu demonstrasi sopir angkot berlangsung di Bukittinggi. Seperti diketahui, sejak awal Agustus 2017, GoJek, ojek aplikasi beroperasi di kota Bukittinggi. Angkutan kota alias angkot di kota Bukittinggi merasa terancam ‘periuk nasi’nya. Para sopir dan pengusaha angkot berdemonstrasi, mereka menolak kehadiran moda transportasi baru yang memanfaatkan teknologi komunikasi ini
Penolakan
Protes terbuka dengan aksi demo pertama sopir angkot berlangsung Sabtu, 10 Agustus 2017. Mereka, ratusan sopir angkot menyampaikan aspirasi penolakan atas kehadiran ojek berbasis aplikasi ini ke DPRD Kota Bukittinggi.
Dalam demo ke DPRD Bukittinggi, juga disertai para kusir bendi. Para pengunjuk rasa menyatakan, kehadiran ojek online ini telah menggerus penghasilan mereka. “GoJek beroperasi tanpa izin. Sementara angkot punya izin dan ada pemasukan untuk pemerintah daerah,” seru pengunjuk rasa di hadapan anggota dewan Bukittinggi.
DPRD merespon unjuk rasa pengusaha angkot dengan cara membuat surat ke Walikota Bukittinggi. Isi surat, intinya, meminta Walikota sebagai Kepala Daerah mencarikan jalan keluar tuntutan pengusaha angkot.
Baca juga: Tak Terbendung, Ribuan Gojek Hadir di Bukittinggi
Satu bulan berlalu. Aspirasi ke DPRD, yang diteruskan ke Walikota, tidak ada titik-terang. Akhirnya, Senin, 12 September 2017, para sopir angkot dan perdesaan serta kusir bendi kembali berdemo. Mereka mengarahkan aspirasi ke Walikota Bukittinggi.
Balaikota Bukittinggi di bukit Gulai bancah yang biasanya sepi, sejak pagi Senin itu, sudah riuh. Ratusan angkot menderu ke ketinggian, tempat Walikota Bukittinggi berkantor.
Baik demo pertama maupun kedua, jalan raya Bukittinggi terlihat lengang. Angkot di Bukittinggi yang berjumlah 500 unit lebih, mogok mencari dan mengangkut penumpang. Pemda Bukittinggi terpaksa mengerahkan puluhan kendaraan plat merah untuk membawa anak sekolah dan penumpang umum.
Demo berakhir ketika Walikota menyatakan, kantor GoJek di Bukittinggi akan ditutup karena tidak ada izin. “Tetapi aplikasi GoJek tidak bisa saya tutup karena itu urusan pusat,” kata Ramlan Nurmatias, Walikota Bukittinggi.
Pernyataan Walikota itu disambut antusias para sopir angkot. Dan mereka merasa tuntutan sudah terpenuhi. Mereka segera membubarkan diri. Pada hari itu juga, Satpol PP menyegel kantor GoJek.
Konflik Muncul
Penutupan kantor ojek berbasis aplikasi ini tidak serta-merta menutup atau menghentikan beroperasinya ojek online tersebut. Moda transportasi aplikasi GoJek tetap bisa berjalan. Sebenarnya mereka tidak membutuhkan kantor.
Dalam pemahaman sopir dan pengusaha angkot, dengan ditutupnya kantor GoJek oleh Pemda Bukittinggi, Ojek online ini tidak boleh beroperasi. Di sini konflik antara sopir angkot dan pengendara GoJek akan muncul.
Dua hari kemudian, Rabu 14 September 2017, setelah demo dan penutupan kantor GoJek, muncul konflik. Seorang sopir angkot menghentikan sepeda motor yang diduga ojek online di dekat kampus STAIN Kubang Putiah. Karena tidak memakai seragam atau atribut resmi GoJek, sopir angkot menanyai penumpang ojek. Dari penumpang diketahui bahwa dia memakai jasa GoJek. Kejadian itu sampai ke pihak kepolisian karena pengendara GoJek mengadukan sopir angkot. Di Polres Bukittinggi kedua pihak dapat didamaikan.
Keributan kembali muncul sore Kamis, 15 September 2017, di Auakuning. Seorang sopir angkot menghentikan sepeda motor yang berboncengan. Ketika orang ramai mendekat ke tempat keributan, sopir angkot langsung pergi.
Berdamai tanpa Surat
Memasuki bulan November 2017, tiga bulan sudah ojek online hadir di Bukittinggi. Protes angkutan kota tidak serta-merta membuat GoJek berhenti beroperasi. Menghadapi protes angkot, GoJek menyiasati dengan cara melepas baju/rompi dan helm seragam khas perusahaan. Mereka tetap aktif, aplikasi pemesanan GoJek terus berdering dari warga pemesan. Mereka terus menjemput dan mengantar penumpang.
Seorang sopir angkutan kota yang dinaiki bakaba.co mengatakan, belum ada kabar dan rencana lanjutan dari pengurus organisasi angkot setelah demo ke walikota dulu. “Saya tidak memikirkan GoJek itu lagi. Saya menambang saja seperti biasa,” kata sopir angkot saat bakaba.co bertanya soal kehadiran ojek online yang mereka protes.
Sementara penanggung jawab GoJek di Bukittinggi bersikap diam, tidak reaktif. Pertanyaan yang disampaikan media tidak dijawab secara langsung. Selalu diarahkan ke manajemen yang berada di Padang.
» asraferi sabri