Tahun 1330, sejak Diyah Gitarya diangkat sebagai perwalian dari Dyah Gayatri Raja Patni, Wijaya Rajasa telah berkeinginan untuk membagi dua kekuasaan dalam Majapahit. Sebagian di bawah kekuasaan Dyah Gitarya dan sebagain lagi di bawah kekuasaan Dyah Wiyat.
Gajah Mada dicalonkan Dyah Wiyat, isteri Wijaya Rajasa untuk menjadi Mahapatih agar dapat membela kepentingannya. Wijayarajasa beranggapan Pu Aditya (baca; Adityawarman) lebih dekat hubungannya dengan Bunda Gayatri Raja Patni dan Dyah Gitarya.
Pu Aditya adalah keluarga Majapahit yang digolongkan sebagai orang kuat yang perlu diperhitungkan. Semenjak Gajah Mada menjadi Maha Patih, Dyah Wiyat telah berhasil menjauhkan Aditya dari Majapahit.
Kenyataan di lapangan, Gajah Mada tidak memihak kepada Diyah Wiyat. Gajah Mada memihak kepada Majapahit dan cita-citanya mensukseskan Sumpah Palapa. Demi Majapahit dan Sumpah Palapa, dia mau melakukan apa saja. Gajah Mada bekerjasama sangat baik dengan Aditya. Mereka telah melaksanakan pembangunan pusat pemerintahan Trowulan, menaklukkan Keta dan Sadeng, menaklukkan Bali, membagi dua daerah operasional Barat dan Timur.
Dengan alasan Sumpah Palapa mereka berhasil memakai Gajah Mada melakukan pemenyerangan yang gagal terhadap Samudra Pasai. Sedangkan Samudera Pasai telah bekerja sama perdagangan dan pengamanan Selat Malaka dengan Aditya.
Walaupun pengangkatan Gajah Mada atas saran Dyah Wiyat, Gajah Mada telah membuat perjanjian dengan Sunda Guluh untuk menjadikan anak raja Sunda Guluh sebagai prameswari (maharani) Hayam Wuruk, yang merugikan Dyah Sudewi, anak Wijaya Rajasa.
Semenjak ini Dyah Wiyat dan Wijaya Rajasa berubah sikap dan ingin menyingkirkan Gajah Mada dari Majapahit. Walaupun demikian mereka tetap tidak berkenan menjadikan Aditya berperan di Majapahit.
Suatu ketika Hayam Wuruk mengajak bundanya berbicara empat mata, membicarakan pengalaman tentang Majapahit. Kata Dyah Gitarya; “Saya bergaul dengan Kakang Aditya bersama kakang Kalagemet dan Dyah Wiyat sudah sejak kecil. Sewaktu kecil, selama delapan tahun kami dididik bersama-sama. Aditya termasuk pintar, tangkas dan jujur. Kakang Aditya telah membangun beberapa candi untuk Majapahit. Juga ikut aktif bersama membangun Trowulan, bersama menaklukkan Keta, Sadeng, dan Bali. Pu Aditya dapat meyakinkan Dinasti Yuan dan Dinast Ming, bahwa Majapahit adalah adalah satu-satunya Negara sahabat Cina di tenggara Asia.”
Dyah Gitarya meneruskan cerita: “Sewaktu pu Aditya di China, saya ditunjuk sebagai perwalian Prabu Majapahit. Setelah dia kembali, pu Aditya tidak menunjukkan keberatan, bahkan dia mendukung pangangkatan saya. Sewaktu pulang dari Cina itu, pu Aditya membawa puluhan kapal perang besar untuk Majapahit, beberapa ratus orang pelatih angkatan berbangsa Mongol.
Pu Aditya diberangkatkan kembali ke Cina membawa orang-orang Majapahit untuk dilatih sebagai Mpu pembuat kapal perang besar. Sekembali dari Cina yang kedua, pu Aditya membawa ahli-ahli pembuat kapal perang besar. Semenjak itu Majapahit telah menjadi industri kapal perang yang diperhitungkan di dunia. Setelah itu Bhatara Sapta Prabu menugaskan pu Aditya menaklukkan wilayah Nusantara Barat. Daerah itu dapat ditaklukkan tanpa banyak korban dan biaya besar, kecuali Samudra Pasai.”
Dyah Gitarya mengatakan pada Hayam Wuruk: “Saya masih yakin jika Pu Aditya ditunjuk sebagai Maha Patih dia akan setia kepada Ananda.”
ADITYA kemudian disurati, diutus orang menemuinya ke Sumatera agar segera datang di Majapahit. Sudah setahun utusan membawa surat, berangkat dari Majapahit, Aditya tidak kunjung datang. Tidak ada berita, jawabannya. Utusan yang dikirim juga tak kunjung kembali ke Majapahit.
Diyah Gitarya mulai sangsi, curiga, utusan pembawa surat telah dibunuh. Surat dan utusan tak pernah sampai kepada Aditya. Ada pihak pihak yang tidak senang Aditya berada di Majapahit. Juga sudah ada laporan adanya kegiatan yang berencana membagi Majapahit atas dua kekuasaan. Kemungkinan dari pihak inilah yang menyabot kedatangan Aditya untuk kembali ke Majapahit.
Dyah Gitarya menyampaikan kepada Hayam Wuruk bahwa Pu Aditya tidak memberikan jawaban apapun. Pu Aditya telah melakukan perlawanan terhadap Majapahit. Minangkabau harus diserang dan ditaklukkan. Prabu Hayam Wuruk berdiam diri mendengarnya. Dia telah tahu ada gerakan akan melakukan pemecahan Majapahit. Kemungkinan besar rencana itu melibatkan suami Dyah Wiyat.
~ Penulis: <span;>Asbir Dt. Rajo Mangkuto
~ Editor: Asraferi Sabri