Gambar oleh Aliko Sunawang dari Pixabay

[13] Minangkabau; Majapahit di Bawah Gayatri

SAAT persiapan perhelatan anak-anak Dyah Gayatri, Prabu Jaya Negara jatuh sakit. Ada bisul tumbuh di badannya. Biksuni Raja Patni datang menjenguk Jaya Negara. Sewaktu akan kembali ke pertapaannya, Biksuni Raja Patni memanggil Gajah Mada. Raja Patni berpesan agar Gajah Mada selalu menjaga Prabu Jaya Negara yang sedang sakit.

Jaya Negara yang sakit bisul diobat Ra Tanca, seorang dukun kerajaan. Setiap kali Ra Tanca mengobat Prabu Jaya Negara, tak boleh dilihat siapapun. Sekali waktu Gajah Mada mengintip saat Ra Tanca berada di kamar Jaya Negara. Sewaktu Ra Tanca membalikkan badan Jaya Negara keris Ra Tanca menancap di dada Jaya Negara. Keris itu mengenai jantung Jaya Negara. Ra Tanca berkata: kematian Mahapatih Halayudha telah terbalas.

Gajah Mada melihat apa yang terjadi dalam kamar dan mendengar kata-kata Ra Tanca. Gajah Mada mendobrak pintu. Dan membunuh Ra Tanca.

Meninggalnya Jaya Negara membuat rencana upacara perkawinan diundur beberapa minggu. Dyah Gayatri Raja Patni mengirim surat ke Cina agar Pu Aditya atau Adityawarman segera pulang ke Jawa. Surat tersebut diserahkan Lie Sie, salah seorang dari menteri dinasti Yuan.

Sudah empat tahun lamanya Aditya di Cina. Dia bergabung dengan pasukan Dinasti Yuan. Kebanyakan pasukan Yuan terdiri dari bangsa Turkistan yang beragama Islam. Budaya Islam yang dijalankan teman-temannya di pasukan dinasti Yuan merembes juga pada jiwa Aditya dan Naladewa.

Pu Aditya dan Naladewa kembali ke Jawa dengan membawa beberapa orang pelatih pasukan komando laut dan beberapa kapal perang besar yang dibeli di Cina.

Sebelum sampai di Jawa, Pu Aditya singgah ke Dharmasraya. Setelah beberapa waktu di Dharmasraya, Pu Aditya menuju Jawa. Berlabuh di Ujung Guluh. Pu Aditya beserta Naladewa dijamu senopati Senoaji. Pu Aditya dijemput ke Ujung Guluh oleh Gajah Mada. Besok harinya, Pu Aditya menghadap Dyah Gayatri Raja Patni di Balairung Witana. Pada tempat itu hadir Dyah Gitarya dengan suaminya, Diyah Wiyat dengan suaminya, Patih Gajah Mada dan Maha Patih Arya Tadah.

Saat itu tahun 1330 M. Diyah Gayatri membuka pertemuan dengan ucapan selamat datang di bumi Majapahit kepada adiknya; Pu Aditya. Diyah menyampaikan, selama Aditya di negeri Cina telah terjadi perkawinan keponakan Dyah Gitarya dengan Raden Cakradhara Bre Tumapel dengan gelar Kartawardhana. Dyah Wiyat dengan Raden Kudamerta Bre Wengker dengan gelar Wijaya Rajasa. Pada acara persiapan perkawinan itu Prabu Jaya Negara sakit, diobat Ra Tanca. Ra Tanca membunuh Prabu Jaya Negara dengan kerisnya. Atas ketangkasan Gajah Mada, Ra Tanca dibunuh oleh Gajah Mada.

Tanpa Keturunan

Prabu Jaya Negara tidak meninggalkan anak. Telah enam bulan Dipa Kencana tidak ada yang menempati. Aditya masih belum pulang, tidak jelas kapan akan kembali. Dibuat kesepakatan Batara Sapta Prabu, Dipa Kencana diduduki Kanda. Karena Kanda adalah Biksuni, Kanda kuasakan jabatan raja kepada ananda Dyah Gitarya Tribuana Tungga Dewi.

Sementara itu, Kadipaten Keta dan Sadeng memisahkan diri. Mereka telah melatih pasukan yang banyak. Jumlah pasukannya telah seimbang dengan pasukan Majapahit. Karena usianya telah tua, Arya Tadah ingin istirahat, jabatan Maha Patih akan dipegang Gajah Mada. Pelaksanaannya akan dilakukan sesudah pemberontakan Keta Sadeng diamankan.

Pu Aditya dimintakan pendapat atas keputusan yang telah diambil selama Aditya tidak berada di Majapahit.

“Kanda Prabu Dyah Gayatri Biksuni Raja Patni dan hadirin semua, saya Aditya selaku anggota Batara Sapta Prabu, mendukung atas seluruh keputusan yang telah dibuat. Saya mendukung penuh mengembalikan kekuasaan Majapahit atas Keta dan Sadeng,” ujar Pu Aditya.

Selanjutnya Aditya laporkan hasil perjalanannya ke negeri Cina sebagai wakil Majapahit. Sesuai yang diamanatkan oleh kakang Prabu Jaya Negara telah dia laksanakan. Dia juga telah membawa beberapa kapal perang besar, sekarang telah dilabuhkan di Ujung Guluh.

Aditya juga memaparkan, dia dengan Naladewa telah mengikuti latihan strategi dan taktik perang bangsa Mongol. Mereka berdua telah mengikuti bangsa Mongol melawan pasukan India di Selatan dan melawan pasukan Manchuria di utara. Dia telah ikut ratusan pelatih armada laut bangsa Mongol. Hanya saja mereka masih membutuhkan Mpu Mpu kapal yang pandai membuat kapal besar sebagai persiapan untuk penaklukan wilayah seberang laut.

Dyah Gayatri Raja Patni menyampaikan: “sebaiknya adinda Pu Aditya diserahi memimpin beberapa orang untuk dilatih menjadi Mpu kapal di negeri Cina”. Diyah Gitarya mengusulkan kakang Aditya diberangkatkan ke Cina setelah selesai penaklukan Keta dan Sadeng.

Setahun penuh pelatih Mongol melatih ribuan pasukan laut yang baru diterima. Selesai pelatihan, Aditya dengan pelatih Mongol dilepas dengan upacara resmi.

Lama Aditya dan Gajah Mada berbincang-bincang. Setelah Aditya berangkat, Gajah Mada memberangkatkan pasukannya ke arah Ibu kota Keta. Kotaraja Keta terletak arah ke selatan, tidak begitu jauh arah ke barat dari pantai.

Untuk mencapai daerah itu melalui gunung-gunung dan lebih sulit untuk ditempuh. Tidak berapa jauh dari Kotaraja Keta ada pantai yang datar, baik untuk pendaratan.

Baca juga: [12] Minangkabau: Majapahit dan Jaya Negara

Gajah Mada telah mendekati ibukota Keta. Terjadi pertempuran sengit selama dua hari. Di hari ketiga kedua pasukan sama-sama istirahat. Pasukan Majapahit tidak menyerang pasukan Keta/Sadeng. Adipati Keta Sadeng melarang pasukannya menyerang Majapahit. Biarlah pasukan ini tidak saling menyerang, agar Majapahit kehabisan makanan.

Salah seorang perwira pasukan sandi Majapahit datang dalam keadaan ditandu menghadap Gajah Mada. Dia menyampaikan seratus orang anggotanya pasukan sandi yang ditugaskan membakar logistik Keta/Sadeng terbunuh semuanya.

Gajah Mada tetap memerintahkan agar pasukannya tidak menyerang sampai perintah ada. Gajah Mada kedatangan utusan dari Pu Aditya. Gajah Mada menyampaikan bahwa Dyah Gayatri dalam keadaan sakit. Pasukan harus dimundurkan. Berita itu menjalar ke seluruh medan pertempuran.

Gajah Mada memundurkan pasukannya ke sebuah hutan lebat. Pasukan yang berjumlah kecil paling terakhir dimundurkan. Setelah memeriksa tempat pertahanan pasukan Majapahit yang ditinggalkan, Adipati Keta dan Sadeng yakin pasukan Majapahit telah meninggalkan medan pertempuran.

Pasukan kecil yang tertinggal dapat menjadi makanan pasukan Keta dan Sadeng. Pasukan gabungan Keta dan Sadeng buru-buru menyerang pasukan Majapahit yang tinggal tersebut. Begitu juga pasukan untuk mempertahankan kotaraja Keta dan Sadeng, ikut terjun mengejar pasukan Majapahit.

Pada saat itu dengan tak disangka pasukan Majapahit bertahan dalam hutan lebat. Gajah Mada muncul dengan pasukan yang sangat banyak sambil bersorak; kotaraja Keta telah habis dibakar kota raja Sadeng telah diduduki.

Dari kedua kota itu pasukan Pu Aditya membelok ke arah pasukan Adipati Keta dan Sadeng. Dari atas kuda putih yang besar keluar suara yang keras: Hai Adipati Keta dan Sadeng, saudara telah terkepung. Lebih baik menyerah daripada semua saudara mati terbunuh.

Suara tersebut adalah suara Pu Aditya. Semua pasukan Keta dan Sadeng yang masih hidup menyerah. Pasukan Pu Aditya terdiri dari gabungan pasukan Mongol dan pasukan Majapahit.

Gajah Mada datang menemui Pu Aditya, bersorak persis seperti yang direncanakan. Dijawab langsung oleh Pu Adtya, sama seperti yang biasa dilakukan pada perang Mongol mengalahkan pasukan India dan pasukan Manchuria.

Setelah mengamankan wilayah Keta dan Sadeng, Pu Aditya berangkat ke tempat kapalnya berlabuh. Semua mereka berangkat ke Ujung Guluh. Satu kapal yang dipimpinnya berisikan awak bangsa Mongol dan beberapa puluh orang Majapahit yang akan dilatih menjadi mpu kapal di Cina berangkat dari Ujung Guluh menuju Cina.

Beberapa orang awak kapal bawahan Pu Aditya yang berada di kapal yang tidak berangkat menjadi cikal bakal Angkatan laut Majapahit.

Sambil merayakan kemenangan, tahun 1334 M diadakan perayaan penobatan Gajah Mada menjadi Maha Patih Majapahit.

Itulah acara terbesar pernah diadakan di Majapahit. Sumpah jabatan Gajah Mada sama seperti sumpah jabatan Maha Patih sebelumnya. Gajah Mada melakukan sumpah lainnya yang disebut sumpah (hamukti) Palapa, yang bunyinya sebagai berikut:

Saya (Gajah Mada) tidak akan menikmati palapa sebelum saya mempersatukan Nusantara di bawah Majapahit.

Aria Tadah hidup menyepi di atas tanah yang diberikan kerajaan Majapahit kepadanya.

Tiga bulan setelah pelantikan Gajah Mada (tahun 1334 M) Dyah Gitarya dengan suami Raden Kudhamerta melahirkan seorang anak lelaki yang bernama Sukha Hayam Wuruk.

Tiga bulan kemudian Dyah Tanjung selir Wijaya Rajasa melahirkan seorang anak perempuan yang diberinya nama Dyah Sri Sudewi.

Tiga tahun Pu Aditya di negeri Cina, tiga tahun setelah Keta dan Sadeng ditaklukkan, tiga tahun umur Hayam Wuruk, Pu Aditya telah berada kembali di bumi Majapahit.

Pada 1337 M Pu Aditya dan Naladewa menghadap Dyah Gitarya di Balai Witana. Pu Aditya melaporkan perjalanannya dan melaporkan pula keberangkatannya ke Dharmasraya untuk membuat puluhan kapal perang yang dibutuhkan Majapahit.

Naladewa dinobatkan Dyah Gitarya sebagai Laksamana laut. Beberapa bulan Pu Aditya di Dharmasraya, Senopati Senoaji atas perintah Gajah Mada dan Dyah Gitarya datang ke Dharmasraya menjemputnya.

Menunggu beberapa hari menyiapkan seluruh kapal Pu Aditya berangkat ke majapahit, kapal-kapal perangnya dilabuhkan di Ujung Guluh.
Diadakan pertemuan beruntun diantara perwira perwira tinggi Majapahit, Gajah Mada, Pu Aditya, Naladewa, Gajah Engggong dan Senoaji, membuat perencanaan penaklukan Guluh Sunda.

Setelah dilaporkan kepada Prabu Dyah Gayatri Biksuni Raja Patni, dan dia tidak keberatan, penaklukan dialihkan ke kerajaan Bedahulu di Bali dengan rajanya Bhatara Sri Asta Asura Ratna Bhumi Bantena.

Sang Parabu mempunyai Mahapatih Ki Pasunggris dan panglima Kebo Iwa yang berilmu tinggi dan terkenal sakti. Bedahulu ditaklukkan oleh Karta Negara. Sewaktu Karta Negara dibunuh Jayakatwang, Bedahulu melepaskan diri dari Singosari dan Majapahit.

Penulis, Asbir Dt. Rajo Mangkuto
Editor, Asraferi Sabri
Gambar oleh Aliko Sunawang dari Pixabay